Jilbab vs Sekularisme, Pelajaran dari Turki

jilbab.jpegParlemen Turki akhirnya mencabut larangan pemakaian Jilbab di seluruh Universitas di negeri itu. Peraturan yang telah diterapkan selama lebih dari dua dasawarsa tersebut konon merupakan manifestasi dari paham “sekularisme Turki modern”. Sebuah paham yang telah dianut Turki sejak lebih dari 80 tahun yang lalu republik tersebut didirikan.

Jadi wajar saja, ketika keputusan tersebut diambil, tidak sedikit masyarakat Turki yang berang. Mereka berunjuk rasa dan mendatangi makam Mustafa Kemal Ataturk yang dipuja sebagai bapak sekularisme Turki. Menurut mereka, pembolehan Jilbab akan menyebabkan meluasnya pengaruh agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sehingga berpotensi memunculkan kelompok-kelompok radikal. Kelompok-kelompok inilah yang akan merusak keamanan dan stabilitas negara modern.

Bagi penulis, pergulatan antara agama dan sekularisme memang tidak akan pernah terselesaikan dengan memuaskan kedua belah pihak. Contoh, kaum agamais merasa berhak menjalankan agamanya se-maksimal mungkin, lalu para wanitanya menutup seluruh tubuh mereka dengan jubah hitam dan cadar. Cara berpakaian seperti ini tentunya tidak akan menimbulkan tanda tanya atau gejolak di tengah-tengah masyarakat “Arab” (tidak semua orang Arab). Namun, ketika cara berpakaian seperti ini dibawa ke negara Eropa, Amerika, atau bahkan ke Indonesia sekali pun, sulit sekali untuk diterima sebagai cara berpakaian yang “wajar” dan “sopan”. Akhirnya, muncullah pelarangan-pelarangan yang digagas oleh kaum sekuler. Kalau kaum agamis melihat hal ini sebagai pelanggaran terhadap hak asasi pribadinya untuk menjalankan agama, maka kaum sekuler beralasan untuk menciptakan rasa tentram, aman, dan nyaman bagi masyarakat.

Dua cara pandang ini tentu sulit untuk dipertemukan. Yang terjadi akhirnya adalah pengkutuban paham. Di wilayah yang dikuasai sepenuhnya oleh kaum agamis, diberlakukanlah hukum-hukum agama, seperti kewajiban berjilbab. Sedang wilayah kental kaum sekuler justru sebaliknya, pelarangan berjilbab. Namun bagi penulis, dari kedua model peraturan tersebut tidak ada satu pun yang memenuhi jaminan HAM.

Ketika hukum agama yang sifatnya “debatable”, atau masih diperdebatkan oleh ulama-ulama dipaksakan untuk menjadi peraturan negara, tentu memicu munculnya konflik kepentingan dan ada pihak yang merasa terdzolimi. Untuk itu bagi saya, sangat tidak feasible kalau pemerintah daerah di Indonesia membuat perda syari’at kewajiban berjilbab. Namun, penulis mendukung penuh apabila perda syari’at itu untuk memberantas prostitusi, perjudian, miras, penyalahgunaan narkoba serta hal-hal lain yang memang tidak “debatable”.

Begitu juga dengan kaum sekuler, ketakutan yang berlebihan terhadap agama pada akhirnya akan menciptakan produk hukum yang mengekang kebebasan beragama. Bagi saya, sekulerisme itu seharusnya “netral agama” bukan “anti agama”. Misalkan, tidak seharusnya muncul “kebencian” terhadap jilbab, pengekangan terhadap azan, dst. Namun yang lebih harus ditekankan ialah bagaimana menciptakan lingkungan yang kondusif, rukun dan toleran di antara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda.

Pada akhirnya, memang antara dua kutub ini dibutuhkan sikap saling toleran, saling menghargai. Jika anda kaum agamis, hidup di negeri sekuler (seperti Indonesia) yang menjamin kebebasan anda beragama, silakan nikmati dan syukuri itu sebaik-baiknya, tapi jangan berlebihan, jangan sampai menimbulkan konflik atau ketidaknyamanan bagi orang lain.

22 Responses to Jilbab vs Sekularisme, Pelajaran dari Turki

  1. afrinotha says:

    make jilbab itu menurutku tergantung individunya..
    jilbab itu emg wajib n ada perintah untuk menggunakan jilbab bagi kaum perempuan, tp kalo dipaksakan n individu ybs emg ga ada niat buat make, maka yg ada dia akan menggunakannya asal-asalan n malah merasa ga nyaman.
    jadi, sebaiknya emg ga perlu ada peraturan untuk make jilbab dari pemerintah coz itu adalah hak individual. biarkan individu2 itu menyadari hakekat kewajiban mengenakan jilbab yg tercantum di Al Quran secara langsung dari hati nuraninya, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.

  2. aisar says:

    @ afrinotha -> ceile.. pengalaman mendapatkan hidayah-kah ini? 😀

  3. alesan aja tuh sekularisme turki, sebenernya kan pemberangusan Islam. Yang bener2 sekular itu Inggris yang ngebebasin banget. 😛

  4. yumcatz says:

    coba baca aja profil musthafa kemal pashanya di wikipedia.
    pasti tahulah orang kaya apa dia itu 😀

  5. afrinotha says:

    enggak koq..malah aq ga dapet hidayah secara langsung..cuma tiba2 nyadar aja..

  6. Han says:

    Jilbab mah wajib bagi semua cewek yg udah baligh, ga perlu dipertentangkan lagi.

    Kalo ga mau pake yah siap2 aja menguni hotel prodeonya Allah SWT.

    Masih sangsi? Coba aja sendiri

  7. darsini says:

    mas ,ganteng deh ….
    boleh kenalan ga???
    namaku nova

  8. aisar says:

    @ Han -> Saya si ngikutin “gaya”-nya Quraish Shihab aja 🙂

    @ darsini -> Lha, itu bukan fotoku, cuma kartun jilbaber doang..

  9. catra says:

    nice post, ini topik yang pengen banget saya bahas,
    dulu memang turki salah satu kerajaan besar islam (Turki Ottoman), kerajaan nya bahkan sampai eropa timur, negara2 balkan. dan sampai pengaruhnya ke aceh.

    tapi pasca PD 1, turki the sick man of europe, runtuh juga. dan adanya revolusi kalangan muda dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha, turki telah kehilangan identitas islamnya.

    dimulai dari pelarangan hukum2 islam di negara, pakaian arab diganti dengan pakaian barat, azan dilarang berkumandang, jilbab dilarang dll.

    bahkan australia yang negara non islam lebih toleran terhadap agama daripada turki.

    semoga sejak adanya perubahan di turki akhir2 ini, militer tturki tidak mengKudeta lagi dengan alasan menjaga sekularisme

  10. Wisnu Sudibjo says:

    Tulisan yang ngawur, gak ada ceritanya Rasulullah itu menimbang – nimbang mau menerapkan aturan yang debatable ataukah tidak. kalau sekuler ya sekuler aja bung. kalau islam yang islam sekalian bung.
    kalau hitam yang hitam aja bung, kalau putih ya putih aja bung. jangan setengah hitam setengah putih, munafik namanya.

    salam kenal, af1 kalo bahasa saya agak keras. habis gaya berpikirnya mirip orang – orang JIL sih.

    wassalam,

  11. syauqi says:

    bismillaahirrahmaanirrahiim

    punten menurut ana pemahaman seperti ini kacau sekali.. Ajaran Islam sulit diterima ama kaum sekuler??
    apakah dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul saw. kita meminta ridho dari kaum sekuler???

    Kita menjalankan perintah Allah semata2 untuk mencari ridhanya saja.. sekuler bukanlah berasal dari Allah dan Rasulnya.. lantas untuk apa mempertimbangkan pandangan mereka dalam menjalankan agama??

    sebaiknya kk aisar pelajari akidah dan syariat lagi dengan paradigma keilmuan ulama salaf.. bukan paradigma sufistik..

    punten..

  12. zuhair says:

    Ah, si mas Aisar ini..

    Masa’ hukum Allah mesti ditimbang-timbang dulu? Diterima masyarakat atau tidak? 😕

  13. aisar says:

    @ Wisnu -> komentar yang ngawur (saya niru gaya situ aja 😀 )

    @ Syauqi -> hmm.. sepertinya syauqi salah tangkep maksud saya. jangan melihatnya dalam konteks personal. secara pribadi masing-masing ya, wajib hukumnya kita menaati perintah Allah dan Rasul yang kita yakini. Yang saya bahas adalah, bagaimana negara / tatanan hidup bermasyarakat mampu mengendalikan ego tiap pemeluk agama, agar tetap menjaga rasa aman dan nyaman bagi pemeluk agama lainnya. Di sinilah perdebatan sekularisme dan “negara versi Islam” muncul.

    @ zuhair -> Lha, terus kamu mo bikin Undang-Undang “wajib sholat bagi semua muslim” di Indonesia? Itu kan jelas-jelas hukum Allah 😀

  14. syauqi says:

    bismillaahirrahmaanirrahiim

    punten.. ana dari awal tidak berbicara dalam konteks personal.. tapi sudah pada konteks yang paling umum.. yaitu gimana menerapkannya, terlepas pada diri personal maupun pada masyarakat..

    sepengetahuan saya shalat maupun jilbab memang wajib bagi setiap muslim.. dan sudah ada aturan bagi yang melanggarnya..
    coba baca fiqh sunnah tentang perdebatan antara imam ahmad dengan imam syafii tentang hukuman bagi orang yang tidak sholat secara sengaja.. Imam Ahmad menyatakan orang tersebut kafir dan harus dibunuh.. sedangkan Imam Syafii menyatakan tidak kafir tetapi tetep dibunuh..

    point ana adalah aturan tentang pelaksanaan oleh negara sudah ada sejak dahulu dan bersumber dari AL-Qur’an dan As-Sunnah.. sehingga pelaksanaan dalam negara tidak perlu lagi menimbang pandangan kaum sekuler..

    ada pun kekhawatiran kk soal hidup nyaman antara sesama pemeluk agama.. itu sudah cukup dengan penjelasan bahwa Islam adalah rahmatan lil’alamin.. sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi.. lagipula itu bukan tujuan kita menjalankan perintah Allah.. Tujuan kita semata-mata mencari ridha Allah saja..

    begitu maksud ana kk aisar..

  15. aisar says:

    sedikit koreksi, yang dinyatakan “kafir” oleh para ulama adalah orang yang mengingkari kewajiban shalat. sedang orang yang tidak shalat karena males, ato alesan sengaja lainnya, belum masuk dalam kategori ini sebatas mereka masih mengakui tentg kewajiban shalat..

    tentang Islam dalem bernegara, saya udah bahas di tulisan yg ini : https://aisar.wordpress.com/2007/10/03/indonesia-tetap-ber-demokrasi-pancasila-bukan-yang-lain/

    terimakasih atas masukannya 🙂

  16. anbarsanti says:

    jangan membeda-bedakan 4:150-151

    islam tidak akan pernah tegak di negara sekuler n_n

  17. syauqi says:

    yee bukan gitu kk.. ulama mana dolo yang menyatakan kafir itu yang hanya mengingkari kewajiban shalat??

    makanya baca dulu kitab2 ulama salaf.. jangan asal terima ajah.. Imam Ahmad rahimahullah menyatakan bahwa orang yg sengaja melalaikan shalat dinyatakan sebagai kafir.. bahkan Imam Asy-syaukani rahimahullah menyetujuinya dalam nayl al-authar..

    meskipun begitu ana juga tidak sepakat dan lebih mengikuti hujjahnya Imam Syafii rahimahullah yang menyatakan bahwa orang yang sengaja melalaikan shalat tidak dinyatakan kafir tapi tetep mesti dibunuh oleh khalifah..

    jadi hal ini memang perbedaan dikalangan para ulama sendiri.. dan menurut ana perbedaan ini sah2 saja.. istimbath al Imam Ahmad sah menurut ana.. walaupun As Syafii menurut ana lebih rajih..

    tentang negara Islamnya ana komen di sana aja ya kk..

  18. hendra says:

    Turki menerapkan sekularisme secara ekstrim. Seharusnya yang dimaksud dengan sekularisme ialah paham yang netral agama. Tidak berpihak ke satu agama apapun. Seharusnya, orang mau pake jilbab silakan, tapi kalo nggak juga nggak apa-apa.

  19. ahmad says:

    Assalamualaikum
    Manusia itu berasal dari Allah…..dan Allah satu2nya yg berhak mengatur manusia. jadi jika ada yang tidak setuju dengan penerapan Syariah, berarti ia merasa tak pantas tunduk pada perintahNya….layakkah seorang hamba berbuat seperti ini ?
    Jika telah jelas suatu perkara …maka mari mengikutinya. Jilbab itu kewajiban ……bukan budaya ! seorang muslim jangan mengambil syariat yg dianggap bermanfaat saja atau sesuai dengan kondisi lingkungannya……tapi harus patuh secara kaffah. benar itu benar……salah itu salah……wajib itu wajib…jangan diubah jadi sunnah…mudah…….apalagi haram…karena itu ketetapan. Baiknya sebelum berkomentar atau melihat dan menghukumi sesuatu…..kita mempelajari dulu fakta itu……….jangan sampai asal berpendapat. Mudah2an Allah menjauhkan kita dari segala khilaf………..aamiin !

  20. Pingback: ilbab vs Sekularisme, Pelajaran dari Turki « indonesia234

  21. ^_^ says:

    Alhamdulillah ya..
    memang aneh..
    apa susahnya kalo menyontoh indonesia .. walopun agamis tapi bisa modern .. walopun sekuler tetap agamis..
    yang mau menjalankan keyakinannya ya sok silahkan..
    yang tidak punya agama harus dipertanyakan..hehehe

    modernisasi bukan berarti westernisasi
    sekulerisme bukan berarti harus atheis juga..hehe,.
    terutama knp harus sentimen kesalah satu agama saja..

    Adakah tangan2 zionis dan yg memiliki kepentingan pribadi dibalik semua ini? hmm..

  22. dean says:

    saya rasa penggunaan jilbab bukan masalah siap atau tidak, pantas atau tidak. melainkan sebuah kewajiban yang universal benar dan harus dilaksanakan. jika bicara siap gak siap lantas buat apa kita mau sholat padahal realitasnya juga ada yang ndak lengkap sholatnya,alias bolong ini menunjukkan ketidak siapan. sama kayak jilbab. kan itu perintahnya sudah wajib jadi harap dipertimbangkan komentar anda lagi

Leave a reply to Wisnu Sudibjo Cancel reply