Sebuah Pencarian : Wajibkah Berjilbab

Kaget! Saat itu mata saya tengah melihat ke sekeliling ruang tamu kediaman seorang tokoh umat Islam di Indonesia, Bapak Amien Rais. Bersama rekan-rekan dari Gamais, kami bermaksud untuk mengundang beliau sebagai pembicara di salah satu acara di kampus ITB. Mata saya mendapati sebuah foto keluarga terpampang di dinding : Pak Amien, Istri, serta anak-anaknya dalam balutan busana adat Jawa. Satu hal yang membuat saya kaget : tidak ada satu pun anggota keluarga beliau, baik istri maupun anak-anaknya yang berjilbab. Entah mengapa, logika saya tidak bisa menerima hal tersebut. Seorang pejuang reformasi -pembela jutaan rakyat yang tertindas-, aktivis dan ulama Islam -hingga pernah menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah-, saya terus bertanya dalam hati : Mengapa abai terhadap hal-hal “kecil” seperti itu?

Pertemuan dengan Pak Amien yang berlangsung singkat kala itu belum bisa memecahkan teka-teki yang muncul di benak saya. “Rasanya tidak mungkin kalau Pak Amien sampai mengabaikan perhatian terhadap keluarganya. Quu anfusakum wa ahlikum naara -peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka-, pasti beliau lebih paham betul makna ayat ini dibanding saya”. Saya coba bertanya ke salah satu alumni Gamais senior yang ikut mendampingi kami dalam kunjungan tersebut. “Oh, masalah itu. Memang fiqih yang diyakini Pak Amien seperti itu”, jawabnya. “Fiqih yang diyakini? Maksudnya?”, saya kembali bertanya. “Yaa, Pak Amien memandang jilbab bukan suatu kewajiban seperti shalat atau jihad misalnya”. Kali ini saya tambah bingung? Untuk pertama kalinya sejak saya mengaji di TPA umur 4 tahun, saya mendengar ada fiqih yang memandang jilbab bukan suatu kewajiban bagi muslimah.

Rasa ingin tahu saya mengenai “fiqih Pak Amien” membuat saya mencoba mencari berbagai sumber informasi tentang jilbab. Perpustakaan Salman kerap saya jabangi untuk mencari buku dengan keyword “jilbab”, “kerudung”, “fiqih wanita”, dan sejenisnya. Dengan keyword yang sama pula saya coba googling, dan menemukan artikel “menarik” berjudul “Kritik Atas Jilbab” yang ternyata ditulis oleh seorang aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL). (artikel tsb bisa dibaca disini). Artikel tersebut merujuk ke sebuah buku yang ditulis oleh Muhammad Sa’id Al Asymawi yang menerangkan sejarah diwajibkannya pemakaian jilbab, hingga dalil-dalil yang dirujuk oleh para ulama. Poin utamanya adalah : hadist-hadist yang menjadi rujukan tentang pewajiban jilbab adalah hadist ahad (satu periwayatan) yang tak bisa dijadikan landasan hukum tetap. Saya bertanya dalam hati : “Bukannya di Al-Qur’an jelas diungkapkan tentang kewajiban berjilbab/berkerudung (An-Nur(24) : 31 dan Al-Ahzab(33) : 59)”. Menurut sang penulis, bila diteliti lagi di dalam tafsir Ibnu Katsir misalnya, perintah Allah untuk mengulurkan kerudung hingga menutup dada (An-Nur(24):31) dikarenakan perempuan pada zaman jahiliyah biasa melewati laki-laki dengan keadaan telanjang dada tanpa ada selimut sedikitpun. Bahkan kadang-kadang mereka memperlihatkan lehernya untuk memperlihatkan semua perhiasannya. Ditambahkan oleh Imam Zarkasyi : Mereka mengenakan pakaian yang membuka leher bagian dadanya, sehingga tampak jelas selu-ruh leher dan urat-uratnya serta anggota sekitarnya. Mereka juga menjulurkan keru-dungnya mereka ke arah belakang, sehingga bagian muka tetap terbuka. Oleh karena itu, maka segera diperintahkan untuk mengulur-kan kerudung di bagian depan agar bisa menutup dada mereka. Sedangkan ayat Al-Ahzab(33):59 yang berisi perintah Allah untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh, turun ketika gangguan terhadap muslimah sangat gencar terutama dari kaum Yahudi dengan alasan tidak dapat membedakan perempuan muslim dan budak, seperti ditunjukkan dalam penggalan dari ayat itu : “..yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.”

Saya tahu, mayoritas ulama di Indonesia tidak bersahabat dengan pergerakan Islam Liberal. Karenanya saya tidak menelan kata-kata mereka secara mentah-mentah. Buku-buku fiqih yang saya baca di Perpustakaan Salman tidak ada satu pun yang menggagas tentang dihalalkannya muslimah tidak berjilbab. Kalaupun ada yakni perbedaan pendapat tentang batasan aurat perempuan yang boleh diperlihatkan ke umum. Mayoritas ulama mensyaratkan seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, wajib ditutupi. Namun ada ulama dari mazhab Syafi’i yang membolehkan dibukanya telapak kaki.

Pencarian saya terhadap misteri “fiqih Pak Amien” belum juga memuaskan rasa ingin tahu saya. Saya terus berusaha mencari referensi-referensi lain, hingga saya membaca artikel di suatu majalah Islam, yakni diskusi mengenai buku tulisan seorang mufassir dan ulama besar di Indonesia, Prof. Quraish Shihab yang berjudul “Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah”. Secara mengejutkan mantan Menteri Agama RI tersebut mengambil kesimpulan bahwa jilbab adalah masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama, bukan sesuatu yang harus diwajibkan, apalagi dipaksakan. Kontan banyak kritik berdatangan dari tokoh-tokoh Islam yang sudah lama mengagumi kecakapan beliau dalam menerjemahkan kandungan Al-Qur’an. Satu hal yang seketika ada di pikiran saya : “Get the book at any costs”.

Buku terbitan 2004 tersebut ternyata tidak mudah untuk didapatkan. Kios-kios di sekitar masjid Salman hingga ke Gramadia telah saya jabangi, ternyata hasilnya nihil. Saya hampir putus asa. Alhamdulillah, setelah saya coba googling, buku tersebut bisa didapatkan lewat salah satu toko buku online yang pusatnya di Jakarta. Setelah saya menyelesaikan pembayaran lewat transfer bank, beberapa hari kemudian buku itu sampai di tangan saya. Senangnya, saya langsung membalik halaman demi halaman buku tersebut. Ternyata bahasanya rada-rada “tinggi”, duh dasar profesor (atau memang saya yang telmi). Namun poin-poin yang dikemukakan buku tersebut insya Allah bisa saya mengerti.

Pada bagian pengantar buku disebutkan beberapa poin. Ketika anda membaca suatu ayat Al-Qur’an, mungkin maknanya telah terbesit di hadapan anda dengan jelas. Namun ketika adna coba membacanya sekali lagi, mungkin anda akan mendapat makna yang berbeda. Ayat-ayat Al-Qur’an itu bagaikan intan, yang tiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dari sudut-sudut yang lain. Orang lain yang membaca ayat yang sama, mungkin dapat melihat cahaya yang lebih banyak dan berbeda dibandingkan dengan yang dapat anda lihat. Al-Qur’an menampung mazhab dan pandangan kelompok-kelompok Islam yang berbeda-beda dasar dan rinciannya. Kitab suci ini dapat menampung aneka pendapat ilmiah dengan metode-metode pendekatan yang berbeda-beda baik kuno maupun modern, hingga diungkapkan dalam Al-Isra'(17):84 “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”

Salah satu kecenderungan alim ulama yang dikritisi oleh Pak Shihab adalah menutup-nutupi kemudahan-kemudahan dalam beragama yang telah diberikan Allah dan Rasul-Nya. Sebagai contoh dalam kitab Shahih Bukhari, Nabi Muhammad suatu ketika shalat dhuhur lalu langsung dilanjutkan dengan ashar seperti menjamak kedua shalat tersebut padahal beliau tidak dalam perjalanan (musafir), tidak juga karena sebab-sebab yang jelas-yang dipahami sebagai alasan menjamak shalat. M. Rasyid Ridha menulis tentang gurunya yakni Syekh Muhammad Abduh bahwa “Kekaguman saya menyangut keteguhannya beragama, keindahan ibadahnya, serta ketekunannya bertahajud , tidak menghalangi saya untuk menyatakan bahwa beliau terkadang menjamak dua shalat wajib di tempat beliau bermukim (bukan musafir) sebagi rukhsah walau berbeda dengan pendapat keempat mazhab, namun sesuai dengan satu hadist shahih”.

Kecenderungan untuk menutup-nutupi kemudahan ini terlihat tidak sesuai dengan perintah Allah, antara lain dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh(2) : 185, “Allah menghendaki untukmu kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan” serta Al-Hajj(22):78, “.. dan Dia tidak menjadikan untukmu dalam hal agama sedikit kesulitan pun”. Rasulullah juga sangat menganjurkan kemudahan beragama, beliau berpesan : “Berilah berita gembira dan jangan menjauhkan orang dari tuntutan agama, permudahlah dan jangan mempersulit” (HR Bukhari Muslim), serta perkataan Aisyah “Rasul saw. tidak dihadapkan pada dua pilihan, keculai memilih yang termudah, selama ia bukan dosa. Kalau dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhinya”(HR Bukhari Muslim).

Selain itu, kita sejak dulu sering mendengar adanya ijma’ (kesepakatan ulama) menyangkut satu hukum, atau bahwa makna satu ayat telah pasti demikian, tidak ada lagi kemungkinan makna lain untuknya, padahal persoalan itu masih diperselisihkan oleh para ulama dari dulu hingga kini. Karena itu pakar tafsir asal Libanon, Ibnu Umar Al-Biqa’i mengingatkan agar kita jangan mudah dan ;angsung membenarkan apa yang dinyatakan sebagai ijma’ karena pernyataan tentang ijma’ hanya dapat diterima dari mereka yang benar-benar memiliki kemampuan merangkum semua riwayat.

Bab-bab selanjutnya dari buku Qurasih Shihab tersebut memaparkan perdebatan-perdebatan panjang mengenai batasan aurat wanita yang wajib ditutup ketika bermu’amalah. Mulai dari ulama yang mewajibkan wanita menutup seluruh tubuhnya tanpa terkecuali, ulama yang memberi kelonggaran yakni boleh membuka muka dan telepak tangan, hingga ulama kontemporer yang cenderung menilai batasan aurat wanita adalah sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku setempat. Walaupun ayat-ayat Al-Qur’an yang dipakai untuk memberikan hujjah atas permasalahan ini relatif sama, namun penafsirannya sangat beragam. Begitu juga dengan hadist-hadist yang menjadi referensi : ketika ada sebagian ulama yang menshahihkannya, sebagian lain mendhoifkan, sebagian lain menilai hasan, dan seterusnya. Pembahasan mengenai ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah tersebut satu persatu tidak akan dimuat di sini karena keterbatasan tempat dan khawatir kekeliruan yang disebabkan redaksi yang tidak lengkap. Silakan lihat di buku “Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah”, jika berminat insya Allah saya bersedia meminjamkannya.

Misalkan ketika membahas ayat An-Nur(24) : 31. Penggalannya adalah sebagai berikut :
‘Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya..”
Perdebatan muncul dalam hal apa saja yang “kecuali yang biasa tampak dari padanya”. Ada ulama yang menilai makna “perhiasan” adalah seluruh tubuh wanita karena dapat menarik perhatian laki-laki. Sehingga yang biasa tampak dan halal ditampakkan adalah pakaian luar saja. Ada yang menilai “perhiasan” sebagai anggota tubuh yang memakai perhiasan sehingga tidak apa-apa menampakkan celak mata (wajah) dan telapak tangan hingga pergelangan (tempat pacar dan gelang). Sementara itu ulama lainnya berpendapat : Al-Qur’an tidak secara tegas menunjukkan batas-batas tersebut sehingga memakai kalimat yang menunjukkan bahwa batas-batas tersebut diserahkan pada adat dan kebiasaan yang berlaku setempat. Pada kalimat selanjutnya yakni menutupkan kain kudung ke dadanya, para ulama sepakat bahwa bagian dada wanita tidak boleh ditampakkan. Namun yang menjadi soal bagi ulama kontemporer apakah menutup rambut juga suatu kewajiban mengingat kain kerudung penutup kepala yang dimaksud pada ayat di atas adalah lumrah digunakan di Arab, bahkan sebelum turunnya ayat tersebut. Jadi penutup kepala bukanlah produk Islam melainkan produk budaya Arab setempat.

Contoh paparan di atas memang tidak bisa mewakili seluruh perdebatan panjang yang dimuat oleh buku tersebut. Hingga akhirnya Quraish Shihab mengambil kesimpulan memakai jilbab(kerudung) atau penutup kepala adalah masalah khilafiyah (perbedaan pendapat). Namun bukan berarti Islam tidak menetapkan batasan mengenai cara berpakaian wanita. Perempuan wajib memakai pakaian yang sopan sesuai adat dan kebiasaan setempat, sehingga tidak mengundang rangsangan bagi yang melihatnya. Juga bukan berarti beliau menyerukan perempuan untuk melepas jilbabnya. Menurut beliau memakai jilbab adalah suatu bentuk kehati-hatian yang juga positif untuk diterapkan. Perlu dicatat hal ini hanya berlaku di dalam bermuamalah, sedangkan dalam ibadah khusus seperti shalat, Rasulullah tegas memerintahkan batasan pakaian perempuan termasuk menutupi rambut mereka.

Terminologi “sopan” sesuai adat dan kebiasaan setempat mungkin terlihat sangat subjektif, sehingga seolah tidak ada batasan yang pasti bagaimana perempuan berpakaian. Adat dan kebiasaan adalah sesuatu yang terbentuk secara alamiah, bahkan kadang tanpa anda sadari.Seorang perempuan yang memakai baju tertutup rapi, dengan celana panjang, atau rok yang cukup panjang, tentu akan terlihat sopan, setidaknya untuk ukuran Indonesia. Ketika perempuan berpakaian seperti itu berada di Arab Saudi, misalkan, kemungkinan besar ia akan dianggap “tidak sopan”. Pun ia menggunakan jilbab, adat dan kebiasaan setempat masih menganggapnya “tidak sopan” hingga ia mengenakan burqa (pakaian bercadar).

Bagaimana dengan di negara Barat? Dengan pemahaman seperti itu bukankah berarti perempuan muslim di Barat boleh-boleh saja berpakaian terbuka dan bahkan mengenakan bikini saat berjemur di pantai yang menjadi kebiasaan di sana? Saya coba jelaskan bahwa “Biasa” dan “Sopan” adalah sesuatu yang dapat kita definisikan berbeda. Melihat tubuh lawan jenis, berkata “you’re sexy” bahkan di depan suaminya, adalah sesuatu yang “biasa” di Barat, itulah “biasa” atas “ketidaksopanan”. Berpakaian sopan identik dengan berpakaian yang tidak memancing “perhatian” atau “keusilan” laki-laki. Kalau masih ragu anda bisa bertanya sebanyak-banyaknya pada rekan laki-laki anda untuk membedakan mana penampilan perempuan yang “memancing” dan mana yang “sopan/tidak memancing”, niscaya anda akan mendapat jawaban yang memuaskan.

Selesai membaca buku itu, ada semacam pola pikir baru yang saya dapatkan dalam memahami ajaran Islam. Moderasi, mungkin itu kata yang paling tepat. Penafsiran tunggal atas seluruh ajaran Islam mustahil untuk dilakukan. Seperti dalam Al-Maidah(5):48 “..Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan..”. Saat shalat Jum’at terakhir saya mendapat sebuah buletin rutin yang kebetulan membahas tentang Pornografi dan Pornoaksi. Ada tulisan yang menarik yaitu : “Tentu saja dalam konteks pornografi dan pornoaksi yang mengumbar aurat ini, yang dimaksud adalah aurat menurut syariah Islam. Seorang wanita yang memperlihatkan sekadar rambut atau bagian bawah kakinya, misalnya, jelas termasuk orang yang mengumbar aurat. Sebab, aurat dalam pandangan Islam adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan”. Wah, pikir saya, seandainya statement itu menjadi undang-undang di negeri ini, niscaya akan banyak orang yang dituntut ke pengadilan. Olahraga sepakbola mungkin tidak diperbolehkan lagi mengingat celana pendek yang dikenakan pemainnya. Ah, mungkin saya saja yang berpikir terlalu jauh. Tapi saya hargai pendapat-pendapat demikian sebagai buah dari pemikiran yang berhati-hati.

44 Responses to Sebuah Pencarian : Wajibkah Berjilbab

  1. hamba allah says:

    melihat rambut wanita hukumnya apa ya? setau saya sih haram, karena termasuk aurat.

  2. aisar says:

    Mungkin maksudnya : melihat rambut wanita yang berjilbab 😀 Iya haram, bisa2 ditonjok sama tu cewe..

    Anyway, aku termasuk orang yang fleksibel dalam melihat batasan aurat laki-laki dan perempuan. Tentu saja yang aku maksud adalah aurat sehari-hari, bukan “yang harus ditutup ketika shalat”.

  3. asyarief says:

    yah…klo semua orang pake jilbab dan pakaian syar’i
    industri tekstil penghasil mukena bangkrut donk…

    kas sholat cukup pake pakaian syar’i…hehehe

    • Anonymous says:

      dalam ISlam rambut merupakan bahagian aurat yang wajib ditutup dengan jilbab, oleh karena itu hukum dasar menggunakan jilbab itu wajib

  4. Lilis Owensby says:

    I’m glad that as a young man, you have a courage to think about “Moderasi” in Islam. The world need to see Islam beyond the perception of one “kyai” only. Every single moslem in this universe has a right to embrace Islam in their many own way in the purpose of serving Allah. Jilbab is one of that. Some says it’s wajib. Some says it’s not clear. But between both, however, each moslemah has a right to choose. “Anyone who chooses a religion, (Islam), is also choosing a collective way of worshipping and sharing the mysteries. Nevertheless, that person is the only one responsible for his or her actions along the way and has no right to shift responsibilities for any personal decisions on to that religion.”(Paulo Coelho/Like The Flowing River)

  5. aisar says:

    @ asyarief
    justru industri penghasil mukena jadi sangat berkembang.. Soalnya cew kemana-mana pake mukena hahaha 😀

    @ Mrs. Owensby
    wah sebuah kehormatan dan kebanggaan tersendiri blog saya dikunjungi oleh anda, mba Lilis. Terima kasih atas komentarnya, dan salam untuk Mr. Owensby tercinta, yang juga saya kagumi.. 🙂

  6. someone says:

    kesimpulannya, kamu menganggap jilbab bagi wanita wajib atau tidak?

  7. aisar says:

    tidak seperti wajibnya shalat

    silakan dicerna sendiri 🙂

  8. happy says:

    asw.
    wah, menarik kak, bahasannya. Saya sendiri tidak tahu ada sampai seperti itu. jadi tertarik untuk membaca bukunya. Boleh kak?

  9. irfan says:

    sebelumnya terima kasih sudah diijinkan mengutip tulisannya di forum hati
    artikel di atas termasuk yang saya kutip di forum hati
    komen saya sendiri ada di
    http://hati.unit.itb.ac.id/forum/viewtopic.php?f=26&t=31&p=161#p161

  10. lelly says:

    permisi…, gimana caranya pinjam bukunya Pak Quraish Shihab itu (Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah)

  11. estina says:

    hmm… berjilbab ataupun ga berjilbab itu hak masing2 wanita islam… sopan tidak sopan. wajib tidak wajib menurutku tergantung cara pandang masing… masuk ke dalam culture and belief..

  12. Fajri says:

    Asslm.Yup, makanya jangan salah meneladani seseorang tanpa tahu luar dalamnya. Amien Rais memang menolak hukum wajibnya jilbab. Blog ini bagus bgt. Punya ikhwah Gamais ya?

  13. UDIN says:

    sebaik-baik pemimpin / tokoh yang meniru keteladanan para nabi dan rosul ” al ulama’ warotsatul anbiya’ ” , kalau pemimpin mengambil titik terlemah dalam beramal dan dalam menjauhi kemungkaran, ya pasti anak buahnyua akan lebih mudah terjerumus ke dalam amal yang tidak terbaik/ terjelek dan akan jatuh dalam kemaksiatan ” Guru kencing berdiri murid mengencingi guru ” seribu satu sayang di Indonesia banyak ” ulama ” yang melemahkan nadi ummatnya..kapan ada ulama seberani HAMKA…IMAM BONJOL….DIPONEGORO yang tak takut dicela dengan kebenaran Islamnya..YA ALLAH LAHIRKAN DARI RAHIM IBU-IBU YANG SHOLIHAH PARA ULAMA..FUQOHA..MUJAHIDIN..UMARA..YANG PEMBERANI TAPI TELADAN BAGI UMMAT INI..DENGARKAN RINTIHAN KAMI !!..ULAMA KAMI BANYAK NAMUN MENCELA DIRI SENDIRI…MENGUBUR SYARIATMU..DEMI UMMAT ( KATANYA )SEMOGA ADA PENYELESAIAN DARIMU SEGERA..YA ALLAH YA MUJIBAS SAILIN.

  14. Rere says:

    Peraturan/hukum yang diterapakan dalam islam adalah hukum untuk seluruh kehidupan manusia du muka bumi, sebab ajaran agama islam Nabi terakhir Muhammad saw adalah untuk seluruh umat manusia.

    Tujuan islam adalah mengislamkan seluruh umat manusia di seluruh muka bumi, bukan meng-arabkan umat manusia, mengenai tradisi budaya arab ataupun tradisi non arab, tidak ada paksaan untuk menganutnya.

    Mengapa banyak kalangan yang takut, alergi & kebakaran jenggot, bahkan menentang tatkala jilbab diterapkan oleh penganutnya, padahal untuk budaya yang eropa amerika pun baik pakaian Jas, gaun dll tidak banyak yang mempersoalkan.
    Nah disini jelas terjadi ketidak seimbangan dalam mensikapi tradisi budaya arab dan non arab.

    Namun yang menarik saat ini adalah, kalangan islam non islam yang takut & benci jilbab tidak perlu repot-repot untuk meng-alergikan diri, dan tidak perlu repot membakar janggutnya sendiri, karena pengguna jilbab di Indonesia dalam perkembangannya telah menjadi trend dan budaya bermode.

    Jilbab saat ini bukan “selalu” menjadi ciri ketaatan wanita muslimah, sebab ciri wanita muslimah adalah selalu disertai oleh akhlaq prilaku yang luhur, dan yang pasti wanita adalah tiangnya keluarga dan Negara, bila wanita itu rusak maka rusaklah keluarga & negara tsb (Alhadits)

    Sekarang tinggal “pahami” sajalah hukum “fiqh” tsb,karena arti kata “fiqh” adalah faham, memahami & pemahaman,bila sesorang telah faham dan memahami berarti mempunyai relatifitas yang baik dalam masalah tsb, karena sudah mengetahui penafsiran dari hukum tsb sesuai dengan aturan agama, tradisi & budaya yang disesuaikan dengan kemampuannya dalam mengislam kan dirinya sendiri

    Bila telah memahami, tidak perlu lagi terpengaruh oleh isu-isu yang menekan, mengintervensi, sebab keyakinan itu miliknya sendiri, kita hanya akan menerima apa yang kita perbuat baik ataupun buruk, baik pahala, dosa, neraka dan surga adalah diri sendiri yang menentukan.

  15. Poe says:

    saya kopi posting-nya ke blog saya. boleh? *pasti boleh kan hehe*
    Terima kasih sebelumnya 🙂

  16. arif says:

    Saya kira aneh jika memang perintahnya adalah harus tertutup khusus kalo mau solat, habis itu terserah. kira2 apa tujuannya? Yang wajar saya kira jika anda solat dengan pakaian sehari-hari anda

  17. rosa says:

    yang mengherankan menurut saya, sampai 5 tahun lalu sebagian besar muslimah indonesia tidak memakai jilbab walaupun sudah tahu ada anjuran seperti itu, tetapi apakah dulu lebih buruk dari sekarang? sekarang terasa ada tekanan untuk memakai, tiba-tiba kalau tidak pakai dianggap sebagian orang jadi sesuatu yang buruk. sebagian wanita bahkan sudah dipaksa dengan perda-perda di sejumlah tempat. apa iya kalau tidak pakai jilbab kami jadi sama dengan pelacur? apakah pakaian itu menentukan akhlak seseorang? buat saya yang penting tindakan, bukan pakaian. saya mendukung hak perempuan untuk memakai jilbab dan tidak. apakah orang yang berpakaian lebih arab daripada orang arab artinya lebih beriman? apakah orang arab lebih beriman daripada kita? kalau begitu kenapa lebih banyak kasus penganiayaan dan pembunuhan tkw di sana, padahal lebih banyak orang indonesia yang punya prt? apakah ketika anda pergi naik haji juga diperingatkan supaya pasangan wanita anda jangan lebih dahulu masuk ke dalam taksi karena bisa dibawa lari? nah, moral seperti apa itu? dan saya setuju dengan contoh di atas mengenai negara barat. menurut saya kejadian pelecehan seksual di sana menunjukkan laki-laki juga harus diajarkan respek terhadap perempuan dan menahan nafsu (sebenarnya dalam agama ini juga diajarkan, tapi anehnya jarang ditekankan oleh pemuka agama, selalu perempuan yang disalahkan dan dilarang). perempuan menutup dari kepala sampai kaki pun tidak ada pengaruhnya kalau laki-laki tidak bisa/mau menahan nafsu.

    • leo says:

      permasalahn skrang ini sudah bercabang2,,saya pahm tidak hanya permpuan yang hrs menutup (hijab),tapi laki2 hars bsa mnahan nafsunya.saya setuju dengan itu,
      tapi coba mbk baca Al Quran (An-Nur(24) : 31 dan Al-Ahzab(33) : 59)
      disana dgan jlas bahwa memakai jilbab adalah wajib..sperti hanya salhat,kita wajib salhat,jika tak solhat brarti berdosa,beramal baik saja tidak cukup kalo tidak mematuhi aturan2 Allah,,kbanyakan orng berfikir jgka pndek ..berjilbab ato tdak sama saja kalo laki2 nafsu juga bakal kjadian,, tpi sy sbagai laki2 paham,bagaimana meliht wanita yang berhijab dan wnta yang tk berhijab,naluri lelakikami pun berbda menaggapinya….stidaknya dgn berhijab tidak menambah dosa,karena sudah melaksanakn kwajibab berhijab,dan akhirat adalah sebaik2nya balasan mbk.
      terima kasih

  18. jadi intinya adalah???

    hehehe…rada2 telmi nie..

  19. Sudarwin Jusuf Tompunu. Manado says:

    Atas objektifitas ilmunya (Pak Quraish Shihab), kita salut. Baik dalam kupasan maupun dalam penguatan fakta. Namun atas pilihan yang diargumentasikan itu (perbedaan pendapat), mari kita kembalikan kepada pesan Rasulullah; MINTALAH FATWA PADA NURANIMU. Itupun karena Allah telah menjanjikan fakta-NYA tersendiri (Q.S. Al-Isra’:84).

  20. maz says:

    Berjilbab bukanlah pilihan tapi merupakan kewajiban. sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadist berikut; ‘aisyah r.a. mengisahkan,ketika Roslulloh beristirahat di rumah, tiba-tiba Asma’ binti Abu Bakar ( saudara Aisyah ) memasuki bilik Nabi SAW. Dengan memakai busana yang agak tipis. Serta merta Rosululloh saw. memalingkan muka darinya,dan bersabda, Hai Asma’,apabila wanita sudah menginjak akil baliq, tidak pantas bagian tubuhnya terlihat (orang lain). kecuali bagian ini dan ini ( Rosululloh saw mengisyaratkan pada wajah dan kedua telapak tangan beliau )” HR. Achmad, Muslim, Abu daud dan Tirmidzi).Berjilbab memang bukanlah alat untuk mengukur aklaq pemakainya,namun setidaknya pemakai sudah menjalankan kewajibab sebagai seorang muslim seperti yang telah diajarkan oleh Rosululloh saw. Sebagai seorang muslim lalu siapakah yang berhak kita teladani kalau bukan Nabi kita.Sedang Allah swt. telah berfirman,
    “sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik pada diri Muhammad”.

    • dimas adilaksono says:

      lebih utama adalah sholat 5 waktu

    • nurbaiti says:

      Jilbab itu wajib yg masih bilang gk wajib sebener nya cuman membohongi diri sendiri wanita yg berjilbab memang belum tentu sholeha tpi wanita sholeha sudah pasti berjilbab

  21. Leo says:

    Assalamu’alaikum wr wb… ambil positifnya aja, menurut sy dgn berjilbab kt, terhindar dr godaan org2 yg iseng & kepala jg terhindar dr panasnya terik matahari.

  22. Insan says:

    Assalamualaikum wr.wb. Salam knl mas ashar, slm knal jg buat teman2 yg diatas, klo menurut sy seandainya saja penafsiran fikih dr Qurais sihab tsb diteruskan kpd ustad2 penerus/pewaris agama ini mungkin yg namanya penutup aurat ato jilbab akan hilang berganti dgn bikini2 buatan dr bangsa barat di muka bumi ini dan kiamat pun akan smakin cepat terjadi, buat yg kontra dlm hal pemakaian jilbab silahkan dgn pndptnya pribadi toh dlm islam tidak ada paksaan, yg ada adalah dosa dan pahala, silahkan berpikir knapa nabi pernah mengatakan kaum yg terbanyak dlm api neraka adalah perempuan. Wslmalkm wr. wb.

  23. reva says:

    Kenapa ya, ktr saya tdk memperbolehkn karyawatinya berjilbab?apakah saya hrs keluar saja dari pekerjaan sy?mohon saran….

  24. nina widyaningsih says:

    klu menurutku dizaman skg dari pada memperdebatkan jilbab mending bayar hutang dulu soalnya yg nagih gak perduli mau pki kerudung atau tdk dia mintanya hutangnya dilunasi sy percaya klu zaman dulu buang kotorannya dimana sj jd di hrskan menutup aurat soalnya dulu sy pernah ngalamin ee nya dmn aja jd skg buat org yg blm punya wc berusahalah utk membuatnya so buat apa ribut2 ngikutin zaman dl skg ikutin sj keaadaanya jalanin hidup ini apa adanya selama berpegang kpd ALLAH tdk ada tekanan dan paksaan dlm hidup.

  25. Anonymous says:

    Wanita memakai jilbab wajib, kalo seperti pemikiran amin rais dan qurai shihab, saya rasa itu sangat jauh dari benar. Sebab saya lupa hadisnya, ada seorang anak wanita yang sudah baligh pergi bermain ke rumah rasul mencari fatimah, kemudian rasul melihatnya dan memalingkan wajahnya seraya berkata “tidak sepantasnya wanita sudah baligh menampakkan auratnya” kecuali ini (telapak tangan) dan ini (muka). Itu menunjukkan ketegasan dalam islam bahwa wanita baligh wajib memakai jilbab.

  26. Anonymous says:

    terimakasih atas artikelnya saya jadi tau bahwa islam agama yg memudahkan umatnya dan saya yakin Allah maha bijaksana dan maha tau siapa2 umatnya yg bertakwa dg ikhlas dan sungguh2 bukan hanya sekedar berjilbab saja

  27. Shalilah says:

    Selamatkan Bhinneka Tunggal Ika…..

    Seperti halnya pakaian lainnya, Jilbab adalah gaya berpakaian yang dilatarbelakangi budaya budaya daerah arab yang selanjutnya di tentukan sebagai pakaian perempuan muslim.

    Karena wanita2 muslim Indonesia dulu (sebelum akhir thn 80-an), menggunakan kerudung/selendang yg dipadukan pakaian adat nasional sesuai daerah-nya masing2 tanpa mengurangi nilai keimanan-nya.

    Sementara budaya2 lain memiliki cara berpakaian sendiri. Ketika Tren Jilbab melanda suatu daerah (dengan sebab apapun, termasuk agama kemungkinan tidak akan “sempurna” seperti yang ada dan terjadi di arab).

    Memaksakan utk memakai atau tidak memakai Jilbab sama tidak bijaknya. Budaya material ARAB – BARAT – ASIA, silih berganti melanda Indonesia. Keprihatinnan kita adalah pakaian2 asli adat tradisional kita janganlah dihapuskan…

  28. anonim says:

    Hati-hati yaa dengan pendapat yang Anda tulis, karena ada sebagian orang yang berpikiran berbeda mengenai jilbab. Islam itu bertumpu pada Al-Quran dan Hadits. Di dalam Al-Quran saja sudah dihimbau kok. Jadi menurut saya, sebaiknya tidak usah memikirkan ideologi orang lain.

  29. bellyn says:

    menurut saya ini akhirnya berkaitan dengan Hak Asasi Manusia tapi kaitannya langsung dengan tuhan. so.. urus aja deh pribadi masing-masing dulu jangan munafik semua manusia pasti hidup didunia ini pernah berbuat dosa 🙂

  30. Kananang says:

    Great tulisan nya, biar lebih luwes / woles dlm pemahaman agama terutama masalah penafsiran, agar tidak saling menyalahkan dan merasa paling baik, Jazakillah

  31. dimas adilaksono says:

    klo menurut saya sih hijab itu wajib bagi muslimah yang sudah merasakan manisnya iman n memenuhi semua seruan agaam, apalagi yang ilmu agamanya mumpuni, pandai ngaji n aklahknya baik, meskipun belum berhijab ya pakai pakaian yang sopan n tertutup, pada dasarnya sih memang wajib, selendang yang dijadikan kerudung saja itu sudah menutup aurat, kewajiban utama muslim adalah sholat, bukan pakaian, ini bukan berarti kita mebiarkan wanita berpaakian seksi, ketat n terbuka, dalam qs. an-nur:31 dijelaskan perhiasan yang merupakan aurat n dilarang nampak itu ya dada, punggung, kemaluan,lutut, perut, pinggang, n paha

  32. dimas adilaksono says:

    istri2 ulama terdahuu tidak berhijab, tapi berkerudung dengan kain selendang, syari itu baru marak akhir2 ini saja

  33. dimas adilaksono says:

    memang tujuan utama wanita muslimah berhijab itu selain merasakan manisnya iman, bisa dipengaruhi lingkungan setempat, didkan agama yang kuat n kental serta agar terhindar dari godaan laki2 jahil yang menjerumus ke perzinaan, pada qs. al-ahzab:59 sebagai pembeda n pengenal, klo berhijab menandakan ia wanita merdeka n bangsawan yang mudah sekali untuk diganggu, gak ditulis muslimah wajib mengulurkan hijab ke seluruh tubuh smpai perut, hanya himbauan saja

  34. unyil says:

    JILBAB MENURUT BUYA HAMKA (Pendiri/Ketua MUI ke-1, Tokoh Ulama Besar Muhammadiyah), yang ditentukan oleh agama adalah Pakaian yang Sopan dan menghindari ‘Tabarruj’

    berikut adalah kutipan Tafsir Al-Azhar Buya HAMKA (Tafsir Al-Azhar, Jilid 6, Hal. 295, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015), selengkapnya lebih jelas dan tegas dapat dibaca pada Al-Ahzab: 59 dan An-Nuur: 31

    ‘Nabi kita Muhammad saw. Telah mengatakan kepada Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq demikian,

    “Hai Asma! Sesungguhnya Perempuan kalau sudah sampai masanya berhaidh, tidaklah dipandang dari dirinya kecuali ini. (Lalu beliau isyaratkan mukanya dan kedua telapak tangannya)!”

    Bagaimana yang lain? Tutuplah baik-baik dan hiduplah terhormat.

    Kesopanan Iman

    Sekarang timbullah pertanyaan, Tidakkah Al-Qur’an memberi petunjuk bagaimana hendaknya gunting pakaian?

    Apakah pakaian yang dipakai di waktu sekarang oleh perempuan Mekah itu telah menuruti petunjuk Al-Qur’an, yaitu yang hanya matanya saja kelihatan?

    Al-Qur’an bukan buku mode!

    Bentuk pakaian sudah termasuk dalam ruang kebudayaan, dan kebudayaan ditentukan oleh ruang dan waktu ditambahi dengan kecerdasan.

    Tidaklah seluruh pakaian Barat itu ditolak oleh Islam, dan tidak pula seluruh pakaian negeri kita dapat menerimanya.

    Baju kurung cara-cara Minang yang guntingnya sengaja disempitkan sehingga jelas segala bentuk badan laksana ular melilit, pun ditolak oleh Islam.’

    MENGENAL (KEMBALI) BUYA HAMKA

    Ketua Majelis Ulama Indonesia: Buya HAMKA

    “paling konsisten memperjuangkan Syariat Islam menjadi dasar negara Indonesia. Dalam pidatonya, HAMKA mengusulkan agar dalam Sila Pertama Pancasila dimasukkan kembali kalimat tentang ‘kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya’, sebagaimana yang termaktub dalam Piagam Jakarta.”

    mui.or.id/tentang-mui/ketua-mui/buya-hamka.html

    “Buya HAMKA adalah tokoh dan sosok yang sangat populer di Malaysia. Buku-buku beliau dicetak ulang di Malaysia. Tafsir Al-Azhar Buya HAMKA merupakan bacaan wajib.”

    disdik.agamkab.go.id/berita/34-berita/1545-seminar-internasional-prinsip-buya-hamka-cermin-kekayaan-minangkabau

    “HAMKA lebih dikenal di Malaysia, Brunei, Singapura, dan dunia Islam lainnya, dibanding di Indonesia sendiri. Karya-karya beliau masih menjadi rujukan utama hingga saat ini.”

    hidayatullah.com/artikel/opini/read/2010/01/29/3145/hamka-hilang-belum-berganti.html

    “Sebab itu, menjadi pilihan pribadi masing-masing Muslimah mengikuti salah satu pendapat jumhur ulama: memakai, atau tidak memakai jilbab.” nu.or.id

    “Antara Syari’ah dan Fiqh

    (a) menutup aurat itu wajib bagi lelaki dan perempuan (nash qat’i dan ini Syari’ah)
    (b) apa batasan aurat lelaki dan perempuan? (ini fiqh)

    Catatan: apakah jilbab itu wajib atau tidak, adalah pertanyaan yang keliru. Karena yang wajib adalah menutup aurat.”

    *Nadirsyah Hosen, Dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

    luk.staff.ugm.ac.id/kmi/isnet/Nadirsyah/Fiqh.html

    Terdapat tiga MUSIBAH BESAR yang melanda umat islam saat ini:
    1. Menganggap wajib perkara-perkara sunnah.
    2. Menganggap pasti (Qhat’i) perkara-perkara yang masih menjadi perkiraan (Zhann).
    3. Mengklaim konsensus (Ijma) dalam hal yang dipertentangkan (Khilafiyah).

    *Syeikh Amru Wardani. Majlis Kitab al-Asybah wa al-Nadzair. Hari Senin, 16 September 2013

    http://www.suaraalazhar.com/2015/05/tiga-permasalahan-utama-umat-saat-ini.html

    *bila kelak ada yang berkata atau menuduh dan fitnah Buya HAMKA: Sesat dan menyesatkan, Syiah, Liberal, JIL, JIN, SEPILIS atau tuduhan serta fitnah keji lainnya (hanya karena ijtihad Beliau mungkin tidak sesuai dengan trend/tradisi saat ini), maka ketahuilah dan ada baiknya cukupkan wawasan terlebih dahulu, bahwa dulu Beliau sudah pernah dituduh sebagai SALAFI WAHABI (yang notabene identik dengan Arab Saudi). “Teguran Suci & Jujur Terhadap Mufti Johor: Sebuah Polemik Agama” #HAMKA #MenolakLupa

  35. Tari says:

    Boleh pinjam buku jilbab, pakaian wanita muslimah – prof Quraish shihab?
    Atau bisa dibeli di toko online apa?

    Terimakasih

  36. Ariss says:

    Ya beliau beliau ini kan orang cerdas sehingga cara berpikir atau tafsir beliau jauh melebihi rata2 normal. Mungkin kita yg dak bisa menalar aja…. jd klo beliau berpendapat seperti itu ya mungkin benar ato logis aja. Tinggal kita mau ngikut ato merujuk yg lain. Mmg klo belajar agama tdk bisa sendiri melainkan hrs ada gurunya….

Leave a reply to estina Cancel reply